Jejak-jejak Karyaku

Saturday, February 2, 2013

Kumpulan cerpenku


                                 Salah Jatuh Cinta


Heran deh yang menjalani Try Out dan hendak menghadapi UN kan muridku. Kenapa malah aku yang tegang dan merinding. Muridku malah santai saja seolah-olah nggak ada UN. Dia bernama Cindy, dia pelajar SMA.

Aku Dahlia Wiskasari, aku seorang guru les. Setiap menjelang UN banyak orangtua yang memanggilku untuk mengajari anaknya. Mengajar les sebenarnya pekerjaan sampinganku. Profesi utamaku adalah sebagai editor dan penulis novel. Aku menjalani 3 profesi sekaligus. Aku melakukan ini demi mencukupi kebutuhanku dan anakku. Ya, aku seorang single parents memiliki satu puteri berusia 7 tahun. Aku menyesal nikah muda. Aku menikah pada saat usiaku 20 tahun. Dan saat ini aku berusia 27 tahun. Aku bercerai dengan dengan Rayhan, mantan suamiku karena dia lebih cinta sama PS alias Play Station. Rayhan berondong, usianya 4 tahun lebih muda dariku. Aku jatuh cinta dengannya karena dia cerdas. Bayangkan saja usia 15 tahun dia sudah kuliah. Awalnya dia sifatnya dewasa, makanya aku mau menikah dengannya. Tapi lama-kelamaan sifat aslinya kelihatan. Ternyata dia childish dan sangat manja.

Hari ini aku mengajar matematika. Itu pelajaran paling kubenci. Awalnya aku menolak untuk mengajar matematika. Tapi mamanya Cindy terus memohon kepadaku. Berhubung aku orangnya baik hati dan gak tegaan akhirnya aku terima tawaran beliau.

Begitu membuka buku matematika aku langsung mengerutkan dahi. Mendadak mataku berkunang-kunang. Sumpah, angkanya banyak banget, ada variabelnya pula. Aku bingung gimana cara menjelaskan soal ini ke Cindy ya? Aku aja nggak ngerti, eh ralat bukan nggak ngerti tapi aku sudah kelamaan nggak sekolah makanya pelajaran matematika lenyap di otakku. Untung Cindy malas belajar, jadi aku biarkan dia main BB

Tiba-tiba melintas lah seorang cowok. Sumpah, ganteng banget! Cowok itu tinggi, kulitnya putih, mulus pula, Rambutnya berponi sama seperti Dicky smash.

"Woi, segitunya ngeliatin Muhlis, kakak gue," ujar Cindy mengejutkanku. Aku yang meminta Cindy kalau berbicara memakai lo-gue. Biar lebih akrab dan bersahabat. Gini-gini aku belum tua-tua banget.

"Cowok cakep itu kakaknya Cindy? Berarti aku bisa dong aku minta comblangin ma kakaknya," batinku.
"Gue bisa kok buat lu jadian ma kakak gue. Siapa tahu setelah jadian ma lu dia jadi normal."
"Ciyus?"
"Tapi ada syaratnya."
"Apa syaratnya?"
"Lu jangan maksa gue belajar! Jangan ngadu ke nyokap gue!"
"Terus nasib keuangan gue gimana? Nasib keuangan gue itu ada dinilai lu."
"Ya, lu harus milih cinta atau uang!"

Aku terdiam sejenak. Aku milih cinta atau uang ya? Aku emang perlu uang tapi aku juga perlu cinta untuk menggantikan Rayhan. Tak berapa lama melintas lagi kakaknya Cindy. Pakaiannya sudah ganti. Kini ia memakai kemeja. Dia terlihat sangat tampan. Hatiku bertanya-tanya dia mau kemana? Jangan-jangan dia mau ngapelin ceweknya?

"Kakak lu mau kemana? Kok ganteng banget?" tanyaku.
"Paling dia ke salon nemuin cowoknya."
"Cowoknya? Lu gak salah ngomong?"
"Gak lah. Nih gue kasih tahu Muhlis alias kakak gue itu sebenarnya cinta sama sesama jenis."

Aku langsung lemas mendengar ucapan Cindy. Baru saja aku mulai jatuh cinta lagi. Eh, ternyata lagi-lagi aku salah jatuh cinta. Ya tuhan, apa dosaku? Mengapa orang yang kucintai gak ada yang waras?

THE END


                                         Cinta Tak Diharapkan



"Will you merry me?" ucap seorang pria di hadapanku. Pria itu bernama Nandira. Dia duda berumur 37 tahun. Dia sebenarnya tidak jelek-jelek amat. Hanya saja dia rambutnya jabrik dan berpenampilan kucel. Awalnya aku kenal dia lewat jejaring sosial yakni facebook. Kami terlibat cyber date. Aku kira dia hanya main-main ingin melamarku. Secara orang-orang yang ada di facebook gak serius. Tapi kini dia datang ke rumahku dan mengucapkan kalimat itu. Benar-benar menyesal karena telah memberikan alamat rumahku ke dia. Kenapa harus dia yang mengucapkan kalimat itu? Aku kan inginnya orang yang mengucapkan kalimat itu adalah orang yang kucintai seperti seseorang berinisial R. Itu lho penulis yang yang lagi naik daun. Novelnya laris di pasaran.

"Risna, kok diam saja? Mau kan jadi istriku?" ulangnya sekali lagi.
Aku hanya terdiam bingung mau menjawab apa. Satu sisi aku sayang menolak lamarannya. Jarang-jarang kan ada pria yang melamarku? Apalagi mama sudah ngebet minta cucu dari aku. Tapi sisi lain aku tak mencintainya. Aku gak mau menjalani pernikahan tanpa cinta. Lagi pula apa kata dunia kalau seorang Risna menikah dengan duda berumur 37 tahun? Bisa-bisa orang hanya berpikir aku seperti istri kedua Aceng Fikri yang hanya mengincar harta.

"Ya, Tuhan tolonglah aku," batinku lirih.

"Kalau lu mau menikah dengan Risna langkahi dulu mayat gue!" sahut seorang pria. Suaranya tak asing di telingaku. Aku menoleh ke belakang, benar dugaanku suara itu milik Eman. Dia mantanku. Aku dan Eman putusan karena cinta tak direstui. Konon katanya sekarang dia sudah duda, dia mengajakin aku lagi balikan.

"Lu siapa? Lu mau rebut Risna dari gue?" tanya Nandira.

"Risna itu belahan jiwa gue. Gue gak akan mengijinkan Risna nikah dengan siapapun!" bentak Nandira.
Deg! Mimpi apa aku semalam. Aku mengingat mimpi semalam. Perasaan semalam aku mimpi diperbutkan dua cowok yaitu Shi Yoon, dan Lee Min hoo. Tapi kenapa sekarang aku malah diperebutkan Eman dan Nandira? Kenapa aku dicintai dua orang tersebut? Cinta ini sungguh tak diharapkan.

"Emang gue siapa lu? Hallo, Eman lu itu statusnya sudah jadi mantan gue. Lu gak ada hak lagi ngatur hidup gue!" jawabku dengan nada tak kalah sengit.

"Gue gak peduli. Yang jelas gue gak rela lu menikah dengan cowok lain," jawab Eman.

"Lu egois! Tiga tahun lalu gue mengijinkan lu nikah ma Kartika, sekarang lu juga harus mengijinkan gue nikah cowok lain dong?" jawabku.

"Stop! Hentikan pertengkaran ini! Paling adil Eman dan Nandira mengadakan perlombaan siapa yang menang itu yang jadi pendamping hidup Risna. Dan siapa yang kalah jadi suamiku," sahut seorang wanita. Dia adalah bi jamu Desi. Dia itu ratu gosip di kampungku. Ngapain dia muncul sekarang? Nambah keruh suasana.

"Gak perlu mengadakan perlombaan segala. Aku sudah memutuskan, aku tak memilih siapun di antara Eman dan Nandira. Aku lebih memilih karirku. Aku takkan menikah sebelum novelku jadi best seller," ucapku. Aku menatap Nandira dan Eman. Terlihat jelas kekecewaan di wajah mereka tapi mau gimana lagi itulah keputusanku. Mereka harus terima dengan lapang dada. Cinta kan tak harus memiliki.

***

Pagi-pagi hal yang pertama kulakukan adalah menonton televisi.
"Pemirsa, ditemukan mayat seorang pria berumur 25 tahun, dia bernama Eman. Dia gantung diri di pohon nangka. Konon kata para tetangga penyebab kematiannya adalah seorang wanita," ucap reporter di televisi.
Hatiku bagai disambar petir. Eman bunuh diri karena aku? Mendadak aku merinding, takut arwahnya gentayangan. Dan mengganggu hidupku. Tapi untunglah aku mempunyai jimat pengusir setan. Jadi dia tak mungkin bisa menggangguku. Selamat tinggal Eman. Semoga kamu menemukan jodohmu di alam sana," batinku

THE END


JERAWAT TERKUTUK


Semua peralatan Ujian Nasional seperti : Pecil for Computer, penghapus, penggaris, peraut pencil dan sebagainya sudah kumasukkan ke tasku. Kini aku tinggal berangkat ke sekolah. Tapi sebelum berangkat aku menyempatkan diri untuk bercermin terlebih dahulu. Maklum lah Ujian  Nasional dilaksanakan di sekolah lain. Siapa tahu ada cowok cakep. Maka dari itu aku harus tampil cantik. Kata pepatah sambil menyelam minum air, kalau kata aku sambil Ujian Nasional tebar pesona. Meskipun aku telah memiliki kekasih bernama Rahman, tapi nggak apa dong tebar pesona ke cowok lain hihihi

Betapa terkejutnya aku ketika menatap bayanganku di cermin. Ada perubahan pada wajahku. Wajahku sih tetap cantik, bulat, imut dan menggemaskan. Tapi  terlihat benjolan kecil berwarna merah di atas bibirku. Aku panik benjolan apa itu? Aku menyentuh benjolan itu ternyata sakit. Tak salah lagi benjolan itu adalah jerawat. Sejak kapan jerawat terkutuk ini menempel di atas bibirku? Selama delapan belas tahun tak ada jerawat yang berani menempel di wajahku. Apa karena aku terlalu setres memikirkan ujian nasional sehingga jerawat terkutuk ini tumbuh? Parahnya lagi jerawat terkutuk ini menempel di atas bibirku. Bibirku terlihat nggak seksi kayak bibir Anisa Chibi lagi dong? Bagian tubuh yang selama ini aku banggakan adalah bibir. Karena bibir ini pula si Rahman cowok termanis di sekolah jatuh cinta denganku. Aku bergidik ngeri membayangkan Rahman melihat bisa-bisa dia ilfil dan langsung memutuskanku gara-gara jerawat terkutuk ini.

Tiba-tiba aku teringat Aisya, di film ayat-ayat cinta. Terlintas di otakku ingin memakai jilbab dan cadar selama jerawat terkutuk ini menempel di atas bibirku. Tapi jika aku melakukan hal itu berarti sama aja dong aku kayak Desy Ratnasari yang suka mempermainkan jilbab? Aku menggeleng cepat, aku tak boleh melakukan hal itu. Aku ingin berjilbab karena Allah bukan karena jerawat terkutuk ini. Prinsifku adalah sekali berjilbab selamanya berjilbab. Setelah sepuluh menit berpikir, akhirnya aku memutuskan untuk menutupi jerawat terkutuk ini dengan sapu tangan.

***

"Huff ... Akhirnya selesai juga ujian hari ini," ucapku setelah keluar dari ruang ujian.
"Hai, Kartika. Aku perhatikan daritadi kamu menutupi mulutmu dengan sapu tangan. Bibirmu lagi pecah-pecah ya?" tanya Rahman.
Hah? Rahman ujian di sekolah ini juga? Kok aku nggak tahu ya? Mungkin aku terlalu memikirkan jerawat terkutuk ini sehingga tidak menyadari kehadiran Rahman.
"Woi, Tik. Ditanya malah diam aja," ujar Rahman dengan nada kesal. Tak lama kemudian ia menarik sapu tanganku. Maka terlihat jelas jerawat terkutuk ini.
"Oh, jadi kamu menutup mulutmu dengan sapu tangan gara-gara jerawat?" tanya Rahman.
"Iya, puas! Kamu pasti ilfil kan ma aku? Ya udah putusin aja aku sekalian," jawabku ketus. Rahman mengerutkan dahi. a pun lalu tersenyum simpul. Senyumnya membuat aku makin cinta sama dia.
"Tenang aja aku nggak bakal mutusin kamu. Yang aku cinta dari kamu itu bukan bibirmu tapi cinta dan ketulusanmu," ujarnya meyakinkanku.
"So Sweet."

THE END