Sering kali gue mendapati nyinyiran di lapak penerbit indie seperti ini, "hah, hadiahnya dikit banget? Kok sertifikat doang sih?"
Di postingan ini gue akan bahas pandangan gue selaku penerbit indie dan pernah jadi Dedek Gemes (penulis pemula).
Sebelum gue jelasin panjangxtinggixlebar, gue mau kasih perumpaan dulu.
Ibarat tuh kayak gini, gue punya duit 50 ribu. Gak mungkin duit itu gue kasih ke orang kaya kan? Yang ada gue malah diledekin. "Gak salah lo ngasih gue duit segitu? Duit gue lebih banyak kali dari duit itu."
Daripada gue dapat nyinyiran, lebih baik gue kasih ke orang yang membutuhkan.
Orang yang membutuhkan, duit 50 ribu bisa buat kouta, makan 2 hari dan lain-lain.
Nah, begitu pula dengan sertifikat.
Bagi senior yang sudah melalang buana di mayor dan media cetak, bakal nolak mentah-mentah dikasih sertifikat. Tapi, bagi Dedek Gemes, sertifikat sangat berharga.
Untuk mendapatkan sertifikat perlu berjuang tembus misal 25 besar.
Gue pernah berada di posisi Dedek Gemes, sertifikat yang gue dapat lalu gue cetak dan tempel di dinding. Setiap tamu yang datang ke rumah liat sertifikat bakal memuji, "kamu penulis? Wah, kamu hebat."
Rasanya bangga luar biasa.
Jika di posisi penerbit indie, walau hadiahnya hanya sertifikat, tapi mereka juga tetap keluar modal untuk ngebayar honor yang bikin sertifikat. Biasanya 30-50 ribu.
Yang bikin sertifikat pun bahkan ada yang begadang buat bikin itu sertifikat.
Kalau kamu ngeremehin sertifikat, berarti kamu ngeremehin pemberian orang orang? Ngeremehin kerja keras para pendesain sertifikat dong?
Jadi, daripada koar-koar nyinyir mending simpan nyinyiran itu dalam hati saja. Daripada diucapkan justru menyakiti hati orang lain? Iya toh?
Kesimpulannya adalah hargailah sebuah pemberian sekecil apa pun nilainya. Karena kita tidak tahu, bisa jadi sesuatu yang terlihat tiada harganya justru memiliki nilai fantastis di kemudian hari.
Jangan lupa nerbitin di AT hari ini!
Regards,
Ariny NH
CEO AT Press.
No comments:
Post a Comment