Paragraf awal adalah bagian
terpenting yang akan menentukan sebuah naskah diterima atau tidak. Sayangnya,
biasanya banyak penulis yang bingung untuk memulai sebuah cerita yang akibatnya
paragraf awal biasanya masih ‘gamang’.
Seorang ahli copywriter, Eugene Schwart saja bisa
menghabiskan waktu satu minggu hanya untuk membuat satu paragraf pembuka yang
terdiri dari tidak lebih dari 50 kata! Begitu krusialnya paragraf pembuka,
karena paragraf pembuka ini semacam pintu gerbang yang harus memancing
pertanyaan ‘what’s next’ dari pembaca.
Ketika paragraf awal
menarik, voila, ibarat sebuah rumah, maka gerbang masuknya sudah terbuka sangat
lebar dengan selusin pelayan yang menyambutmu masuk ke rumah tersebut. Tapi jika paragraf pertamamu tidak menarik,
mungkin bisa diibaratkan kamu datang ke rumah orang yang berhutang semilyar
padamu. Jangankan dibukakan pintu dan disambut hangat, mungkin ia akan
mengacuhkan serentetan bel yang kamu pencet dan berpura-pura tidak ada di
rumah. Tulisanmu selanjutnya akan diacuhkan sekalipun sebenarnya tulisanmu
sangat menarik menandingi penemuan UFO di langit Jakarta.
Sayangnya banyak penulis pemula yang menggunakan opening cuaca. Seperti ini contohnya :
Sayangnya banyak penulis pemula yang menggunakan opening cuaca. Seperti ini contohnya :
Berikut ini tips-tips
penulisan opening/paragraf awal yang menarik:
1. Gaet minat pembaca
dengan menyuguhkan konflik.
Biasanya cara ini lumayan
ampuh untuk beberapa genre cerita. Coba deh pikir, apa sih yang paling bisa
memaksa kita buat keluar dari rumah, berhenti sebentar selama diperjalanan atau
menarik perhatian sekerumunan manusia? Kecelakaan, perkelahian, kebakaran dan
lain-lain. KONFLIK. Pada dasarnya manusia selalu tertarik dengan konflik.
Konflik
ini, menurutku bisa dibagi menjadi beberapa type, di antaranya:
a.
Memunculkan
masalah yang harus diselesaikan oleh karakter
Contohnya
di cerpen The Gift of the Magi karya
O.Henry (1906) berikut ini:
Satu dolar dan
delapan puluh tujuh sen. Cuma itu.
Bahkan, enam puluh sen dari jumlah itu terdiri dari uang receh bernilai satu
sen-an, hasil simpanannya selama ini—yang didapatnya dengan cara mendesak
tukang sayur, tukang daging dan penjaga toko kelontong agar sudi menjual
dagangan mereka kepadanya dengan harga termurah. Proses tawar-menawar itu tidak
jarang membuatnya malu, hingga pipinya memerah, sebagaimana semua orang pasti
merasakan hal yang sama jika mereka ada di posisinya. Tiga kali sudah Della
mempermalukan diri. Satu dolar dan delapan puluh tujuh sen. Lebih sial lagi, besok adalah Hari
Natal.
See? Di sini ia langsung
mengemukakan pokok permasalahannya (yang digaris bawah dan di bold). Sementara,
kalimat lainnya mendramatisir permasalahan dengan memberikan gambaran keadaan
ekonomi karakter yang pas-pasan.
b. Memulai dengan Aksi
Misalnya
di cerpen The Man who Shouted Teresa karya
Italo Calvino:
Aku menjauh dari trotoar, berjalan mundur beberapa langkah
dengan wajah tengadah, lalu
dari tengah jalan, seraya mengatupkan
kedua tangan agar membentuk corong di sekitar mulut, aku berteriak
sekeras-kerasnya: “Teresa!”
Ini terasa lebih dramatis
kan dibandingkan kalimat “Aku berdiri di trotoar dan berteriak memanggil
Teresa”
Walaupun toh intinya sama
aja. Tapi untuk dijadikan opening, lebih dramatis lebih bagus.
c.
Memberikan
Garis Besar Cerita
Contohnya
ada di karangan penulis favoritku waktu kecil, Roald Dahl, Pesta Makan Malam (1973) sebenernya, ini agak susah dan jarang
dipakai untuk opening novel (sepanjang yang pernah aku baca sih ya)
Begitu George Cleaver resmi
menjadi seorang jutawan, dia dan istrinya, Mrs. Cleaver, pindah dari rumah
kecil mereka di pinggiran kota ke sebuah rumah mewah di tengah kota London.
Pasangan itu kemudian menyewa jasa seorang koki asal Prancis, Monsieur
Estragon, dan seorang pelayan berkebangsaan Inggris, Tibbs—dengan tuntutan gaji
yang sangat besar. Dibantu oleh kedua orang tersebut, pasangan Mr. dan Mrs.
Cleaver pun berniat menaikkan status sosial mereka dan mulai mengadakan pesta
makan malam yang luar biasa mewah sebanyak beberapa kali seminggu.
Rasanya semuanya adalah
inti ceritanya. Dari paragraf pertamanya saja, kita bisa langsung tahu inti
ceritanya adalah tentang pasangan suami-istri Cleaver yang berniat menaikkan
status sosialnya. Kita juga bisa tahu konflik antara Mr Cleaver dengan para
pelayannya yang menuntut kenaikan gaji. Selain itu, kita bisa langsung
membayangkan setting tempatnya. Hebatnya, hanya dari paragraf ini saja, pembaca
akan bertanya-tanya, “Kenapa? Kenapa mereka ingin menaikkan status sosialnya
sebegitunya sampai rela mempekerjakan koki Francis dsb?” pembaca akan membaca
lagi lanjutannya :P
d.
Mengisyaratkan
Ketegangan
Ini hampir setype sih
dengan point a, bedanya disini yang dituliskan hanya ‘tersirat’ akan terjadi
ketegangan. Misalnya di The Interlopers (1919)
karya Hector Hugh Munro:
Di tengah rimbunnya
pepohonan dalam sebuah hutan lebat di
belah timur tebing Pegunungan Carpathian, seorang pria berdiri tegap mengawasi sekelilingnya.
Saat itu musim dingin, dan ia
tampak seolah sedang menunggu monster hutan datang menghampirinya, dalam
jangkauan pandangannya, agar kemudian dapat ia bidik dengan senapan berburunya.
See? Di paragraf ini, kita
bisa langsung membayangkan ‘tanda bahaya’ yang akan diceritakan lebih lanjut di
paragraf-paragraf selanjutnya melalui karakteristik, setting dan peralatan.
2.
Suguhkan
lokasi yang berperan besar dalam cerita
Misalnya
dalam karya A Clean, Well-Lighted Place karya
Ernest Hemingway tahun 1926 berikut ini:
Saat itu larut malam dan
semua orang beranjak meninggalkan café tersebut kecuali seorang pria tua yang
duduk dalam bayang-bayang dedaunan pohon yang berdiri kokoh di samping sebuah
lampu listrik. Di siang hari, jalanan di depan café sarat akan debu kotor,
namun di malam hari embun yang terbentuk di udara serta-merta menyingkirkan
serpihan debu dari permukaan jalan. Itulah sebabnya si pria tua senang duduk di
café saat semua orang justru ingin pulang ke rumah, karena ia tuli dan di malam
hari suasana di jalan tersebut berubah sunyi, seolah membawanya ke alam lain.
Dari paragraf ini, kita
bisa lihat adanya hubungan special antara karakter, lokasi kejadian dan tema
keseluruhan (yang sebenernya udah disyaratkan di judulnya juga). Lokasi, juga
bisa merepresentasikan karakter dan tema yang diambil. Misalnya saja, disitu,
kita bisa membayangkan sifat penyendiri lelaki tua yang berjiwa rentan,
kesepian, dan mengidap insomnia dari cara penulis memilih setting dan
memvisualisasikannya.
3.
Posisikan
diri kamu sebagai pembaca.
Paragraf awal yang baik
harus bisa memancing keingintahuan pembaca. Bagaimana cara kita tahu apa yang
menarik untuk pembaca/yang bisa memancing keingintahuan mereka? Simple! Setelah
selesai menulskan paragraf awal, coba posisikan diri kamu sebagai pembaca.
Cobalah untuk melihat naskah itu dari sudut pandang pembaca. Kalau kamu merasa
ingin untuk melanjutkan paragraf selanjutnya, selamat, bisa jadi kamu berhasil
membuat paragraf awal yang cukup menarik. Ingat, buang ego dan segala
kepentinganmu sebagai penulis sewaktu memposisikan dirimu sebagai pembaca.
4.
Mulailah
dengan sebuah pertanyaan
Ini biasanya dipakai sama
sales buat menarik pembeli. Disebuah salon kecantikan di MBK Bangkok, ada tuh
yang majang tulisan yang intinya kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia, “Anda
jones? Ingin mendapatkan pasangan?” (Oke, dari sekali liat, iklan ini cukup
rese.) atau di sebuah tempat gym –yang lagi-lagi kalimat awalnya bikin nyesek. “Pacar
anda dibawa lari orang? Ingin langsing dan sehat?”
(Apa coba hubungannya pacar
selingkuh sama langsing dan sehat?)
Atau semacam iklan MLM,
“Ingin bisnis anda menghasilkan uang bahkan sewaktu anda tidur?” (gampang!
Belilah produk tuyul elektrik dari kami! Bisa membedakan uang palsu dan uang
asli! Spesialis uang besar dan dollar! Anda bisa mendapatkannya hanya dengan
1000 Baht saja!)
Mungkin ada beberapa novel
yang memulai paragraf awal dengan sebuah pertanyaan seperti ini. Contohnya : novel Hold Me Closer karya Idha Febriana - winner TAT S1.
Pertanyaan yang paling kuhindari di dunia ini bukanlah
pertanyaan polos dari anak-anak yang menanyakan dari manakah mereka berasal,
atau bagaimana mereka bisa sampai di dunia ini? Menjelaskan hal itu pada mereka
bisa dibilang jauh lebih mudah daripada harus menghadapi para biang kepo yang
selalu menanyakan hal sama tiap kali bertemu.
Kapan nikah?
Kapan kasih ibumu cucu?
Usiamu udah hampir kepala tiga, teman-teman seusiamu udah
punya tiga orang anak, lho. Kamu kapan?
Dan banyak lagi
yang lainnya.
Serius bantu banget ini kak...makasih ya 😂
ReplyDelete